Arterio-Venous Malformation (AVM) atau malformasi pada pembuluh darah arteri dan vena dengan banyak pirau yang saling berhubungan tanpa pembuluh darah kapiler sehingga rentan terjadi penyumbatan di otak. AVM merupakan kelainan kongenital atau bawaan lahir yang jarang terjadi namun berpotensial memberikan gejala neurologi yang serius apabila terjadi pada vaskularisasi otak dan bahkan berisiko menimbulkan kematian.
AVM dapat terjadi di area lobus otak manapun, dapat di pembuluh darah besar ataupun kecil. Saat pembuluh darah mengalami pendarahan, biasanya darah yang dikeluarkan terbatas, tidak sebanyak pada pendarahan hipertensif atau stroke.
Hilangnya fungsi neurologis tegantung pada lokasi AVM dan banyaknya pendarahan. Pada sebagian kecil kasus, anak yang dilahirkan dengan AVM pada pembuluh darah besar juga menderita gagal jantung karena malformasi yang menyebabkan beban kerja jantung ikut bertambah.
Gejala
Masalah yang paling banyak dikeluhkan penderita AVM adalah nyeri kepala dan serangan kejang mendadak. Dan jika AVM terjadi pada lokasi kritis maka AVM dapat menyebabkan sirkulasi cairan otak terhambat, yang dapat menyebabkan akumulasi cairan di dalam tengkorak yang beresiko hidrosefalus.
Umumnya pasien mengalami pendarahan yang sedikit namun sering. Biasanya penderita mengalami kejang sebelum mengetahui bahwa mereka menderita AVM. Sebagian pasien menderita nyeri kepala, yang tidak dihubungkan dengan AVM sebelum diperiksa dengan CT Scan atau MRI. Pendarahan intrakranial tersebut dapat menyebabkan hilang kesadaran, nyeri kepala hebat yang mendadak, mual, muntah, ekskresi yang tidak dapat dikendalikan misalnya defekasi atau urinasi, dan penglihatan kabur. Kaku leher yang dialami dikarenakan peningkatan tekanan antara tengkorak dengan selaput otak (meninges) yang menyebabkan iritasi. Perbaikan pada jaringan otak lokal yang pendarahan mungkin saja terjadi, termasuk kejang, kelemahan otot yang mengenai satu sisi tubuh (hemiparesis), kehilangan sensasi sentuh pada satu sisi tubuh, maupun defisit kemampuan dalam menproses bahasa (aphasia). Variasi gejala ini sejalan dengan tipe kerusakan cerebrovaskular. Secara umum, nyeri kepala yang hebat yang bersamaan dengan kejang atau hilang kesadaran, merupakan indikasi pertama adanya AVM pada daerah cerebral.
Diagnosis
Penggunaan scaning komputer tanpa kontras menghasilkan sensitifitas yang rendah, namun kalsifikasi dan hipointensitas dapat ditemukan; agar lebih dapat terlihat diakukan pemberian kontras.
Pencitraan resonansi magnetik (MRI) sangat sensitif, menunjukkan hilangnya sinyal pada area korteks, umumnya dengan hemosiderin yang menujukkan adanya perdarahan sebelumnya. MRI juga dapat memberikan informasi penting mengenai lokalisasi dan topografi dari AVM bila intervensi akan dilakukan.
Arteriografi merupakan standar emas untuk menggambarkan anatomi arteri dan vena, sebagai tambahan, angiografi yang sangat selektif dapat memberi data penting mengenai fungsi dan fisiologi untuk analisis klinis tindakan.
CT scan dengan kontras dan didapatkan gambaran malformasi arteri vena pada daerah parietal kiri, kemudian untuk mengetahui anatominya dilakukan angiografi.
Patofisiologi
Kira-kira 40% kasus dengan AVM cerebral diketahui melalui gejala pendarahan yang mengarah ke kerapuhan struktur pebuluh darah yang abnormal di dalam otak. Namun, bebrapa penderita juga ada yang asimtomatik atau hanya merasakan keluhan minor yang dapat mengarah ke efek kekusutan pembuluh darah lokal. Jika ruptur atau pendarahan terjadi, darah mungkin berpenetrasi ke jaringan otak (cerebral hemorrhage) atau ruang subarachnoid (subarachnoid hemorrhage) yang teletak di antara meninges yang menyelaputi otak. Sekali pendarahan AVM terjadi, kemungkinan terjadinya pendarahan berulang menjadi lebih besar.
AVM yang tidak terjadi pendarahan menyebabkan gejala langsung dengan menekan jaringan otak atau menurunkan aliran darah ke jaringan sekitar (iskemia). Faktor mekanik maupun iskemik dapat menyebabkan kerusakan sel saraf (neuron) secara permanen.
Kejang pada AVM mungkin terbagi atas 3 mekanisme, yaitu :
1. Iskemia jaringan korteks.
2. Astroglia berlebihan pada jaringan otak yang rusak di sekeliling daerah AVM karena perdarahan subklinis sebelumnya atau karena deposit hemosiderin, mungkin terjadi karena hilangnya bentuk karakteristik secara progresif (apeidosis) melalui kapiler yang terdilatasi.
3. Kemungkinan peranan epileptogenesis sekunder, yang letaknya agak jauh dari daerah AVM primer.
Terapi
Antikonvulsan seperti fenitoin sering digunakan untuk mengontrol kejang. Terapi ini digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial. Namun, tetap saja tindakan kuratif sebaiknya dilakukan untuk mencegah pendarahan berulang.
Pemotongan pembuluh darah yang terbelit-belit merupakan tindakan kuratif untuk semua tipe AVM. Walaupun hasil pembedahan didapatkan dengan segera, pemotongan AVM tetap menimbulkan risiko.
Terapi radiasi (radiosurgery) biasanya digunakan pada daerah AVM yang lebih kecil dan terletak di dalam otak. Gamma knife yang dikembangkan serang dokter Swedia, Lars Leksell, digunakan dalam radiosurgery untuk mengontrol dosis radiasi ke dalam volume otak yang terkena. Paling tidak, malformasi dapat hilang selama dua tahun.
Studi terakhir mengungkapkan pada sebagian besar kasus, embolisasi adalah terapi teraman dan terefektif. Untuk menghindari pendarahan, vasodilatasi lokal (aneurisma) harus dihilangkan. Embolisasi merupakan penyumbatan pembuluh darah yang AVM. Dengan x-ray, kateter dikendalikan dari arteri femoralis di daerah paha atas ke daerah AVM yang diobati. Lalu setelah daerah AVM dicapai, semacam lem atau kadang gulungan kabel ditempatkan untuk memblok area tersebut. Namun, embolisasi sendiri juga jarang dengan sempurna memblok aliran darah ke daerah AVM.
Keberhasilan terapi agar daerah AVM tidak ruptur, tidak pernah dibuktikan, Hasil tindakan medis masih saja terjadi pendarahan spontan. Studi internasional masih terus dilakukan untuk memutuskan apa terapi terbaik agar daerah AVM tidak ruptur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar